SOROT BERITA | BEKASI - Kota Bekasi menjadi saksi bisu atas drama hukum yang melibatkan warga Komplek Jatiasih Indah PPA, EH (53) dan putrinya NPT (20), yang dituduh melakukan kekerasan.
Lembaga Bantuan Hukum Benteng Perjuangan Rakyat (LBH BPR), mengambil alih tugas mulia untuk mendampingi mereka dalam menghadapi tuduhan yang dianggap tidak berdasar, Senin (3/6/2024).
Sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Bekasi hari ini, dengan nomor perkara 242/Pid.Sus/2024/PN.BKS, menjadi panggung pertama bagi EH dan NPT untuk membersihkan nama mereka.
Jaksa Penuntut Umum menuduh mereka melanggar Pasal 80 Ayat (1) Juncto Pasal 76 C UU Perlindungan Anak, namun tim LBH BPR, yang terdiri dari Andi Muhammad Yusuf, S.H., Roy Nardo Simanulang, S.H., Ismail Alim, S.H., Elizabeth Hutabarat, S.H., dan Fajrin Ramdhani, S.H., menegaskan bahwa tuduhan tersebut tidak mencerminkan kebenaran.
Direktur LBH BPR, Andi Muhamad Yusuf, S.H., M.H., selaku penasehat hukum menyatakan kekecewaannya terhadap dakwaan yang dianggap sewenang-wenang.
"Apa yang didapat, dalam hal ini yang dibacakan Jaksa tadi dipersidangan, itu semua tidak benar, apa yang dituduh kan Klein kami," tegas Andi kepada awak media selepas sidang.
Sementara itu, Ismail Alim, S.H., mempertanyakan kejanggalan dari dakwaan yang disebut, terutama tentang perbedaan lokasi kejadian sebenarnya dengan yang disebutkan oleh jaksa.
"Klien kami disebut melakukan tindakan di Kantor Pos RT.07, yang sesungguhnya pada saat peristiwa tersebut klien kami tidak ada di area yang disebutkan itu, nantu akan kami buktikan semuanya," papar Ismail.
LBH BPR berencana untuk mengajukan eksepsi terhadap dakwaan JPU pada 10 Juni mendatang, dengan bukti yang akan membebaskan klien mereka, termasuk video yang akan diputar saat pembuktian.
Puluhan tetangga terdakwa, yang hadir di sidang, menunjukkan solidaritas mereka, menolak tuduhan dan memuji keluarga EH sebagai sosok yang baik dan sering membantu sekitar.
"Saya ada di lokasi saat itu dan saya yang menolong Bu EH yang pingsan. Tidak ada pengeroyokan atau pemukulan," ujar Rina, salah satu tetangga.
Memperkuat kesaksian, Ketua RT.07, Moch Fauji, mengungkapkan bahwa sebenarnya ada hubungan baik antara kedua belah pihak yang terlibat dalam perkara ini, namun ia menduga ada pihak lain yang menyebabkan ketidakharmonisan.
"Saya tau H (orang tua korban), dari dulu selalu bermasalah, seluruh warga kami juga tahu soal itu. Dia pernah sakit matanya, dan yang membantu membuayai pengobatan itu keluarga ibu EH, makanya saya bingung kenapa dia seperti itu," tukasnya.
Sebagai informasi, tim sorotberita menerima kronologi kenapa sampai akhirnya terjadi keributan dari tim Kuasa Hukum EH dan NPT, sebagai berikut:
Pada Kamis (24/11/2022) lalu, H orang tua dari saksi pelapor membakar sampah yang sudah menjadi kebiasaan sejak lama, sampai sempat mau ditegur oleh tetangga hingga pemkot Bekasi.
Lalu sekitar jam 21.00, ketika H membakar sampah berbarengan dengan kegiatan rapat RT dirumah ibu EH, kemudian suami ibu EH mecoba menegur, namun karena tidak diindahkan maka ia menagmbil inisiatif untuk memadamkan sendiri. H tidak terima dan berbuntut keributan.
Bahkan sebenernya, keributan sesungguhnya yang terjadi antara pak RT yang menjabat pada waktu itu (B), yang sempat beradu kepala dengan kepala antara H dengan B.
Keributanpun terjadi di pos RT, baik saksi terlapor 2 atau NPT tidak berada dalam pos tapi hanya menyaksikan dari jauh. Melihat keributan tersebut, ibu EH sempat pingsan (karena darah tinggi dan gula darah naik).
Akibat bu Evi pingsan, maka H pun sempat kaget dan terjadi perdamaian dalam rumah ibu EP (terekam video), namun esoknya H justru membuat laporan dengan kronologi yang diduga berbeda. (Pandu)