DPR RI Telah Hapus Tunjangan Rumah, NCW: Kota Bekasi Kapan?

06 Sep 2025 Admin

SOROT BERITA | BEKASI - Nasional Corruption Watch (NCW) DPD Bekasi Raya, mendesak Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto, untuk menurunkan tunjangan perumahan DPRD yang mencapai Rp53 juta per bulan, menyusul keputusan DPR RI yang menghapus tunjangan serupa sebesar Rp50 juta per bulan.

Desakan tersebut muncul, setelah beredarnya Peraturan Wali Kota Bekasi Nomor 81 Tahun 2021, yang mengatur tunjangan perumahan untuk pimpinan dan anggota DPRD Kota Bekasi yang dinilai fantastis. Ketua DPRD menerima Rp53 juta per bulan, Wakil Ketua DPRD Rp49 juta per bulan, dan anggota DPRD Rp46 juta per bulan.

ADVERTISEMENT

"Bagaimana mungkin di saat rakyat Bekasi digusur, menganggur, dan hidup pas-pasan, justru DPRD dimanjakan dengan tunjangan puluhan juta per bulan?" kata Ketua NCW DPD Bekasi Raya, Herman P. Simaremare, di wilayah Kota Bekasi, Jumat (6/9/2025).

Herman menyoroti kontras mencolok antara kemewahan tunjangan DPRD, dengan kondisi rakyat Bekasi yang masih berjuang memenuhi kebutuhan dasar. Menurutnya, jika dihitung per hari, Ketua DPRD menerima sekitar Rp1,77 juta setiap hari.

"Angka ini setara 9,3 kali lipat upah harian buruh UMK Kota Bekasi, sekitar Rp189 ribu dan bahkan 63 kali lebih besar, dibandingkan pengeluaran harian warga di garis kemiskinan sekitar Rp28 ribu," jelasnya.

Sementara itu, Herman mengungkap, fakta di lapangan menunjukkan ribuan rakyat kecil masih kesulitan membeli kebutuhan pokok, angka pengangguran tinggi, dan banyak warga terancam penggusuran karena tinggal di bantaran sungai.

"DPR RI sudah menghapus tunjangan perumahan Rp50 juta per bulan sejak 31 Agustus 2025 kemarin sebagai respons terhadap tekanan demonstrasi nasional, lalu bagaimana dengan Kota Bekasi?" tuturnya.

Herman menilai, tunjangan tersebut tidak hanya berlebihan, tetapi juga tidak relevan, karena menurutnya, rata-rata anggota DPRD tinggal di wilayah Kota Bekasi, sehingga tidak membutuhkan tunjangan perumahan.

"Rata-rata anggota DPRD Kota Bekasi merupakan warga asli Bekasi yang sudah memiliki rumah pribadi sebelum menjabat. Dasar pemberian tunjangan perumahan semakin kehilangan logika," ujarnya.

Herman juga menyoroti, ironi di mana Pemerintah Kota Bekasi terlihat lebih fokus mengurus kepentingan elit politik ketimbang rakyat kecil. Herman mengaitkan hal ini dengan kontroversi mutasi 19 pejabat eselon II yang diduga sarat nepotisme.

"Walikota terlihat lebih sibuk mengurus kepentingan kolega dan jabatan, ketimbang berpihak pada rakyat miskin yang digusur," kritik Herman.

Herman menekankan, lebih bijak bila anggaran fantastis tersebut dialihkan untuk pendidikan, kesehatan, dan pelayanan dasar yang benar-benar menyentuh kebutuhan rakyat.

Jika benar Wali Kota berdiri di atas kepentingan rakyat, maka beranilah menurunkan besaran tunjangan DPRD Kota Bekasi. Jangan hanya sibuk mutasi kolega, sementara rakyat kecil dibiarkan menderita," tegas Herman.

Dia menambahkan, hak istimewa tanpa kepantasan hanyalah bentuk pengkhianatan terhadap amanah rakyat. "Ini bukan lagi soal angka, tapi soal keberpihakan politik," ungkapnya.

NCW DPD Bekasi Raya menilai, publik berhak mengetahui dan pemerintah wajib memastikan anggaran digunakan untuk kepentingan rakyat, bukan memperkaya segelintir elit politik.

"Dengan keputusan DPR RI yang sudah menunjukkan kepekaan terhadap aspirasi rakyat, kini giliran pemerintah Kota Bekasi untuk menunjukkan komitmen serupa dalam mewujudkan tata kelola yang berpihak pada kepentingan masyarakat," pungkasnya. (***)