Menuju UU Pekerja Gig 2026, Maxim Siap Beri Kontribusi

21 Nov 2025 Admin
Ilustrasi Maxim Indonesia.

SOROT BERITA | JAKARTA - Perusahaan ride-hailing Maxim menyatakan dukungan terhadap rencana pemerintah dan DPR, yang memasukkan RUU Perlindungan Pekerja Ekonomi Gig dalam Prolegnas Prioritas 2026.

Government Relations Specialist Maxim Indonesia, Rafi Assagaf mengatakan, pihaknya mendukung gagasan untuk mengategorikan mitra pengemudi transportasi online sebagai pekerja gig, dan siap berkontribusi aktif dalam proses penyusunan regulasi tersebut.

ADVERTISEMENT

"Kami siap berkontribusi dalam pembahasan regulasi transportasi online terkait pekerja gig. Kami mendukung proses penyusunan aturan yang inklusif dan memberikan kejelasan bagi seluruh pihak dalam ekosistem transportasi digital," ujar Rafi melalui keterangan tertulis, Jumat (21/11/2025).

Menurut Rafi, gagasan tersebut sejalan dengan komitmen Maxim dalam mendukung perekonomian digital di Indonesia, dengan menciptakan peluang kerja yang mandiri dan fleksibel.

Ia menjelaskan, keunggulan utama bekerja sebagai pekerja gig adalah fleksibilitas waktu. Para pengemudi memiliki kebebasan menentukan jadwal kerja, memilih pesanan, serta mengatur keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi.

Rafi menambahkan, meski fleksibel, mitra pengemudi Maxim tetap mendapat perlindungan melalui program Yayasan Pengemudi Selamat Sejahtera Indonesia (YPSSI) dan BPJS Ketenagakerjaan.

"Fleksibilitas harus dibarengi dengan proteksi yang memberikan rasa aman dan nyaman saat bekerja. Dengan adanya program perlindungan YPSSI dan kerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan, diharapkan dapat memperkuat ekosistem gig economy yang berkelanjutan," kata Rafi.

Sebelumnya, DPR RI dalam Rapat Paripurna pada 23 September 2025 menyepakati RUU Transportasi Online dan RUU Pekerja Lepas masuk dalam Prolegnas Prioritas 2026.

Wakil Ketua Komisi V DPR RI Syaiful Huda yang menginisiasi RUU Pekerja Gig menilai, selama 15 tahun hubungan antara pengemudi ojek online dengan aplikator tidak memiliki payung hukum yang progresif.

Menurut Huda, selama ini terjadi kekosongan hukum dalam mengatur hubungan kerja di sektor gig, karena UU Ketenagakerjaan masih berbasis sistem kerja konvensional, sehingga tidak mengakomodasi model kerja baru yang mayoritas berbasis platform digital.

Huda menargetkan RUU Pekerja Gig dapat disahkan menjadi undang-undang pada 2026, untuk memberikan kepastian hukum bagi pekerja gig di Indonesia. (Dewa)