Frits Saikat: Smart City Bekasi Hanya Mimpi Tanpa Digitalisasi Pajak

08 Agt 2025 Admin
Ilustrasi.

SOROT BERITA | BEKASI - Visi Smart City Kota Bekasi dinilai oleh salah satu aktivis sosial Kota Bekasi, Frits Saikat, akan sulit terwujud jika sistem perpajakan masih mengandalkan cara manual.

Ia menyoroti ketidakseimbangan antara alokasi anggaran belanja pegawai, dengan penurunan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam APBD 2025 sebesar Rp6,6 triliun.

ADVERTISEMENT

Frits mengungkapkan keprihatinannya, terhadap alokasi anggaran belanja pegawai yang mencapai 40 persen dari total APBD, sementara PAD mengalami penurunan dan pelayanan publik dinilai menurun kualitasnya.

"Smart City hanya akan menjadi mimpi dari pulasnya manualisasi sistem. Peningkatan hasil kerja tidak hanya dapat dilihat dari banyaknya jumlah tenaga kerja, namun Pemerintah Kota Bekasi harus lebih terbuka dalam penyerapan teknologi sebagai alat pendukung pencapaian target Smart City," kata Frits, Jumat (8/8/2025).

Aktivis yang concern terhadap tata kelola pemerintahan itu, mempertanyakan semangat efisiensi APBD yang digaungkan Wali Kota Bekasi. Menurut Frits, ketidakseimbangan alokasi anggaran, dapat berdampak pada sektor prioritas seperti pendidikan dan kesehatan.

"Anggaran belanja pegawai 40 persen dari total APBD tidak berimbang, dengan degradasi PAD dan dekadensi pelayanan publik. Ini harus ada solusi untuk membalik keadaan, agar tidak menjadi bola salju bagi pembangunan dan pelayanan publik," ungkapnya.

Frits berharap, pemerintah kota dapat segera mencari solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut, sebelum berdampak lebih luas pada pembangunan daerah.

Meskipun mengkritik, Frits menyatakan dukungannya terhadap upaya Wali Kota untuk meningkatkan PAD dari sektor pajak. Namun, ia menekankan perlunya perbaikan sistem kerja di Badan Pendapatan Daerah (Bapenda).

"Saya pribadi setuju dengan Bapak Tri Adhianto selaku Wali Kota Bekasi untuk meningkatkan PAD dari pajak, artinya ada yang harus di-upgrade dalam tata kerja Bapenda. Harus ada yang diperbaiki sistem kontrol dan kolektifnya," jelas Frits.

Ia mencontohkan potensi pajak dari sektor reklame dan restoran, yang diduga belum terdata secara optimal.

"Seperti bicara reklame dan juga restoran, apakah kita tahu persis berapa total jumlah reklame dan restoran/cafe di seluruh penjuru Kota Bekasi? Dan berapa potensi pajaknya?" tanyanya.

Frits menekankan, pentingnya transparansi informasi terkait potensi dan realisasi penerimaan pajak daerah. Menurutnya, masyarakat berhak mengetahui data tersebut sebagai bentuk akuntabilitas pemerintah.

"Berapa pajak riil yang masuk kas daerah? Berapa sisa yang belum masuk? Seharusnya masyarakat berhak tahu informasi tersebut," tegasnya.

Sebagai solusi, Frits mendorong Pemerintah Kota Bekasi untuk segera melakukan digitalisasi sistem perpajakan.

"Pemkot harus segera melakukan digitalisasi dan ini solusi dari degradasi PAD selama ini, agar tidak ada lagi dugaan kebocoran data dan anggaran pajak yang masuk ke kas daerah," pungkasnya.

Kritik tersebut muncul di tengah upaya Pemerintah Kota Bekasi mewujudkan visi Smart City, yang memerlukan dukungan teknologi dan efisiensi anggaran, untuk memberikan pelayanan publik yang optimal kepada masyarakat. (***)