SOROT BERITA | BEKASI - Dugaan maladministrasi dalam penanganan kasus Segitiga Massage & Spa, oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kota Bekasi kini dapat dilaporkan ke Ombudsman Republik Indonesia.
Hal itu menyusul sikap Kepala Disparbud Kota Bekasi, yang dinilai tidak transparan setelah memblokir nomor WhatsApp sejumlah wartawan yang mencoba melakukan konfirmasi.
Bagian Dumas Ombudsman RI, Eka, memberikan arahan agar masyarakat dan media dapat melaporkan dugaan maladministrasi dalam pelayanan publik tersebut melalui jalur resmi.

"Laporkan dulu ke Setda dan PPID Kota Bekasi secara resmi, baru kemudian ke kami (Ombudsman)," ujar Eka saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin (10/11/2025).
Eka menegaskan, Ombudsman memiliki kewenangan melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan di pusat dan daerah, termasuk lembaga yang menggunakan anggaran negara.
"Silakan kirimkan laporan melalui WhatsApp atau email agar bisa diverifikasi datanya. Kami juga akan memeriksa peristiwanya," jelasnya.
Ia memastikan, Ombudsman RI akan memantau perkembangan laporan jika sudah masuk secara resmi ke lembaga terkait.
Polemik ini bermula dari pernyataan Kepala Disparbud Kota Bekasi, Dzikron, pada 3 November 2025 melalui sebuah media online. Dalam pernyataannya, Dzikron menyebut pihaknya belum menemukan pelanggaran dalam kasus dugaan praktik prostitusi di Segitiga Massage & Spa.
"Hasil belum ditemukan bukti pelanggaran tersebut. Kami berharap jika ada bukti yang valid dan kuat dapat disampaikan kepada kami untuk ditindaklanjuti," ujar Dzikron dalam keterangannya kala itu.
Namun, alih-alih memberikan keterbukaan informasi, sejumlah wartawan yang mencoba mengkonfirmasi lebih lanjut justru mengaku nomor WhatsApp mereka diblokir oleh Kepala Dinas tersebut.
Tindakan itu menimbulkan pertanyaan mengenai transparansi Disparbud Kota Bekasi, dalam menangani dugaan praktik prostitusi terselubung di tempat hiburan tersebut.
Sementara itu, pihak Segitiga Massage & Spa melalui manajernya, Shandi, menanggapi isu yang beredar melalui pesan WhatsApp pada 7 November 2025. Ia menilai pemberitaan yang beredar terkesan tidak proporsional.
"Kami sudah mendapat surat dan panggilan dari Satpol PP dan Dinas Pariwisata. Hanya saja kami belum sempat memenuhi karena sedang berduka. Kami juga sudah berkoordinasi dengan owner untuk menanggapi dengan baik," ujar Shandi dalam pesan singkatnya.
Shandi menyatakan kesediaan pihaknya untuk memperbaiki jika memang terdapat kesalahan. Namun, ia meminta agar kasus ini dilihat secara adil.
"Kalau memang ada kesalahan, kami siap memperbaiki. Tapi tolong juga dilihat secara adil. Apa salah kami sampai tempat kerja kami ingin ditutup?" tanyanya.
Kasus ini kini menjadi sorotan publik karena menyangkut dugaan lemahnya pengawasan pemerintah daerah, khususnya Pemerintah Kota Bekasi, terhadap tempat hiburan yang diduga menyimpang dari izin usahanya.
Sikap Disparbud Kota Bekasi yang dinilai tidak kooperatif dengan media, juga menambah kesan bahwa ada upaya menutup-nutupi informasi dari publik.
Dengan adanya jalur pelaporan ke Ombudsman, diharapkan kasus ini dapat ditangani secara transparan dan akuntabel sesuai dengan prinsip-prinsip pelayanan publik yang baik.
Masyarakat dan media kini memiliki mekanisme resmi, untuk mengawasi kinerja pemerintah daerah dalam menjalankan fungsi pengawasan terhadap tempat usaha di wilayahnya. (Red)

