PN Bekasi Kabulkan Gugatan, Warga Menang Lawan BTN dan Developer

12 Agt 2025 Admin
Kuasa Hukum, Yoga Gumilar (Kanan)

SOROT BERITA | BEKASI - Keterlambatan penyerahan sertifikat rumah kepada konsumen yang telah melunasi kredit, menjadi masalah serius di sektor properti Indonesia. Kasus terbaru terjadi di Bekasi, di mana seorang warga harus menunggu hampir dua tahun, tanpa kepastian dokumen kepemilikan rumahnya.

Agung Fatiris (35), warga Perumahan Pesona Mutiara Indah, Tambun Utara, membuktikan bahwa perjuangan hukum konsumen properti dapat berbuah manis. Pengadilan Negeri Kota Bekasi mengabulkan sebagian gugatannya terhadap Bank BTN Kota Bekasi dan PT Hakim Bina Insani, pada Selasa (12/8/2025).

ADVERTISEMENT

"Klien kami sudah menunggu hampir dua tahun sejak pelunasan terakhir pada 2023, namun sertifikat tidak kunjung diserahkan. Ini jelas melanggar hak konsumen," kata Yoga Gumilar, kuasa hukum penggugat, saat ditemui usai sidang putusan di PN Bekasi.

Majelis hakim dalam perkara Nomor 623/Pdt.G/2024/PN Bks, memutuskan Bank BTN dan pengembang terbukti melakukan wanprestasi. Keduanya gagal menyerahkan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB), atas rumah seluas 60 meter persegi yang telah dibayar lunas oleh penggugat.

Vonis pengadilan cukup berat bagi para tergugat. Bank BTN dan PT Hakim Bina Insani dihukum menyerahkan sertifikat asli tanah dan bangunan kepada Agung. Tak hanya itu, mereka juga wajib membayar ganti rugi Rp 200 juta dan uang paksa (dwangsom) Rp 500 ribu per hari, jika terlambat melaksanakan putusan.

"Putusan ini membuktikan bahwa pembeli beritikad baik harus dilindungi hukum. Majelis hakim telah mempertimbangkan bukti dan fakta secara adil," tegas Yoga.

Rumah yang menjadi sengketa berlokasi di Pesona Mutiara Indah Blok I Nomor 12, Desa Srianur, Kecamatan Tambun Utara, Kabupaten Bekasi. Agung membelinya melalui skema KPR BTN sejak 2015 dengan aplikasi kredit nomor 000162015040800093 senilai Rp 94,4 juta.

Pengadilan menyatakan perjanjian KPR antara Agung dan Bank BTN sah secara hukum, termasuk pelunasan sebesar Rp 55,296 juta yang dilakukan pada 2023. Agung juga dinyatakan sebagai pembeli beritikad baik dan pemilik sah properti tersebut.

Sikap berbeda ditunjukkan para tergugat selama persidangan. Bank BTN hadir mewakili kepentingannya, sementara PT Hakim Bina Insani selaku pengembang tidak pernah hadir tanpa keterangan jelas. Pengadilan juga menghukum para tergugat membayar biaya perkara Rp 4.278.000.

"Klien kami menggugat setelah berulang kali menagih sertifikat yang dijanjikan pengembang. Kami berharap pihak bank segera melaksanakan isi putusan dan berbenah agar persoalan serupa tidak terjadi kembali," ungkap Yoga.

Kasus Agung menjadi cermin permasalahan struktural di industri properti Indonesia. Banyak konsumen yang mengalami nasib serupa, di mana rumah sudah dibayar lunas namun sertifikat belum diserahkan.

"Transparansi dalam proses sertifikasi dan sistem pengawasan yang lebih ketat dari regulator menjadi kunci agar kasus seperti ini tidak terulang. Konsumen berhak mendapat kepastian hukum atas investasi terbesar dalam hidup mereka," pungkas Yoga.

Putusan ini diharapkan menjadi preseden positif bagi konsumen properti lain, yang menghadapi masalah serupa dalam menuntut hak kepemilikan rumah mereka. (***)